Pondok Ilmu Bahasa SMAN 1 Talun

Labels

Adiwiyata Goes to Green Earth

Adiwiyata Goes to Green Earth



           
             Sampah adalah sisa suatu usaha atau kegiatan yang berwujud padat, baik berupa zat Organik maupun zat Anorganik. Sampah dapat terurai maupun tidak terurai dan seringkali di anggap tidak berguna lagi dan di buang sehingga menciptakann tumpukan sampah yang menjadi sarang penyakit. Seperti contohnya tikus hidup di rongga-rongga sampah, seperti di kaleng bekas maupun kardus. Lalat berkembang biak pesat di sampah organik, seperti sisa-sisa makanan. Suasana basah, lembab dan hangat sangat cocok untuk tempat berkembang biak nyamuk. 
                Pengertian sampah Organik dan Anorganik :
* Sampah Organik adalah merupakan barang yang sudah di anggap tidak terpakai dan di buang oleh pemilik /pemakai sebelumnya, tetapi masih bisa di pakai atau di kelola dengan prosedur dan cara yang benar. 
* Sampah Anorganik yaitu sampah yang terdiri dari bahan-bahan yang sulit terurai secara biologis sehingga penghancurannya membutuhkan waktu yang sangat lama. Sampah Anorganik berasal dari sumber daya alam yang tak terbarui seperti mineral dan minyak bumi atau dari proses industri.
          Dan tentunya sebelum dilakukan pengolahan sampah yang perlu di lakukan adalah pemilahan sampah yang mana sampah Organik dan sampah Anorganik harus di bedakan, seperti contohnya SMP Muhammadiyah 2 Yogyakarta sudah melakukan hal tersebut yaitu dengan adanya tempat sampah Organik dan Anorganik. 



           Sampah yang biasanya di hasilkan sekolah kebanyakan adalah sampah kering dan sedikit basah. Sampah kering yang di hasilkan berupa kertas hasil dari tulis menulis, plastik pembungkus jajanan, kemasan barang dan sedikit logam. Sedangkan sampah basah berasal dari dedaunan pohon, ranting, potongan rumput taman dan sisa makanan. 

           Langsung saja pada tahapan-tahapan pengelolaan sampah di sekolah:

A. Pembuatan pupuk Organik .

a.   Pencegahan dan pengurangan sampah dari dari sumbernya. Kegiatan ini di mulai dengan kegiatan      pemilahan atau pemisahan Organik dan Anorganik, dengan menyediakan tempat sampah Organik dan Anorganik di setiap kawasan sekolah.

b.    Pemanfaatan sampah Organik, seperti Komposting ( pengomposan ) sampah yang mudah membusuk dapat di ubah menjadi pupuk kompos yang ramah lingkungan. Selain ramah lingkungan pupuk kompos juga sangat mudah di praktekan siswa di sekolah maupun di rumah. Selain mudah membuatnya pupuk kompos juga hemat biaya dalam pembuatanya. Tujuan pembuatan pupuk kompos yaitu agar siswa mengerti bagaimana cara mengolah sampah Organik dan Anorganik dengan benar. Pupuk kompos sangat baik untuk menambah unsur hara tanah sehingga dapat menambah kesuburuan tanah, mempertinggi kemampuan menahan air dalam tanah, memperbaiki tata ruang udara di dalam tanah dan mempertinggi daya ikat tanah terhadap unsur hara tanaman sehingga memberikan kesuburan pada tanaman.


    Dalam pembuatan pupuk kompos terdapat beberapa macam cara, yaitu....

1. Pembuatan Pupuk Kompos secara alami

               Cara ini di lakukan dengan cara menimbun sampah tumbuhan secara bertahap ke dalam lubang berukuran 1,5 x 1,5 x 1,5 meter. Kemudian di lapisi dengan kotoran hewan serta di taburi sedikit abu dan kapur. Kemudian di atasnya tambah lagi lapisan sampah tumbuhan lalu di tutup dengan kotoran hewan dan seterusnya sehingga menjadi rata dengan tanah. Timbunan sampah tersebut harus lembab tetapi tidak boleh terlalu basah dalam jangka waktu 2-3 bulan. Apabila sampah tersebut sudah menyusut hingga sepersepuluh  dari ukuran semula, maka sampah tersebut sudah menjadi pupuk kompos.

2. Pembuatan pupuk kompos dengan bantuan Mikroba :



                 Pembuatan pupuk kompos dengan bantuan Mikroba sangat mudah yaitu dengan cara memfermentasikan sampah Organik seperti kotoran hewan/manusia, jerami, sekam padi, dedak/katul halus, rumput-rumputan, daun-daunan, sampah rumah tangga dan lain sebagainya. Dan biasa di sebut Pupuk Kandang.



B. Pemanfaatan sampah Anorganik.


            Sampah atau limbah yang kita hasilkan setiap hari, biasanya kita buang begitu saja tanpa kita pilah-pilah. Hal ini mungkin karena tidak tahu atau mungkin tidak mau tahu bahwa sampah tersebut dapat kita pilah-pilah menjadi limbah Organik dan Anoorganik yang dapat kita manfaatkan menjadi barang yang berguna.
             Limbah Anorganik adalah limbah yang bukan berasal dari makhluk hidup. Limbah Anorganik ini memerlukan waktu yang lama bahkan tidak dapat terdegadrasi secara alami. Beberapa limbah Anorganik diantaranya kaleng, plastik , styrofoam dan bahan pecah belah lainya.  Salah satu yang dapat kita lakukan dalam sampah Anorganik adalah mendaur ulang( Recycle ).
Daur ulang merupakan upaya untuk mengolah barang atau benda yang sudah tidak di pakai agar dapat di manfaatkan kembali.

           Langsung saja pada proses Pengolahan Sampah atau limbah Anorganik, disini Sampah Anorganik saya jabarkan menjadi 4 bagian  :

1. Limbah Plastik
   
           Limbah plastik biasa di gunakan sebagai pembungkus barang. Plastik juga biasa digunakan sebagai perabotan rumah tangga. Keunggulan barang-barang yang terbuat dari plastik yaitu tidak berkarat dan tahan lama. Sebagai contoh teman-teman coba kubur sampah plastik selama beberapa bulan, kemudian gali lagi penutup tanahnya dan lihat dapat di pastikan sampah tersebut akan tetap utuh.
Salah satu cara yaitu dengan cara mendaur ulang menjadi barang yang bermanfaat lagi pastinya.
Seperti contoh misalnya ember plastik bekas yang dapat di daur ulang kembali menjadi sendok plastik, tempat sampah, gayung dan pot bunga. Plastik dari bekas bungkus makanan dapat kita olah lagi menjadi kerajinan yaitu dompet, tas laptop, sandal, payung dan tas belanja. Sampah botol bisa kita manfaatkan juga menjadi mainan anak-anak seperti contohnya kapal-kapalan, mobil-mobilan dan sebagainya.






2. Limbah Logam


                 Sampah atau limbah dari Logam seperti besi, kaleng, alumunium dan lain sebagainya dapat di temukan dengan mudah di sekitar lingkungan kita. Sampah dari bahan kaleng biasanya yang paling banyak kita temukan dan yang paling mudah di manfaatkan dan menjadi barang kerajinan yang bermanfaat. Sebagai contoh sederhana saja yaitu dengan pengolahan menjadi tempat sampah drum , vas bunga , gantungan kunci, celengan dan gift box.


  3. Limbah Gelas atau Kaca


               Limbah gelas atau kaca yang sudah pecah dapat di daur ulang kembali menjadi barang-barang semula atau menjadi barang lain seperti botol yang baru, Vas bunga, Cendera mata dan hiasan-hiasan lainya yang memiliki nilai artistik dan ekonomis.




4.  Limbah kertas


                  Sampah kertas kelihatanya memang mudah hancur dan tidak berbahaya seperti plastik. Namun yang namanya sampah pasti menimbulkan masalah jika di biarkan begitu saja. Seperti contohnya kertas yang berserakan di dalam kelas pasti akan menimbulkan rasa ketidaknyamanan dalam proses pembelajaran. Sebagai pengolahannya limbah kertas dapat di manfaatkan menjadi kotak hiasan, sampul buku, bingkai photo, tempat pensil dan lain sebagainya.



SMAN 1 TALUN mempunyai prinsip untuk kedepanya dalam Pengelolaan Sampah Sekolah, Perawtan serta Peduli Terhadap Lingkungan sekolah. 


C. Pengolahan Sampah Sekolah dengan menerapkan prinsip 3R :


- Reuse ( penggunaan kembali ) yaitu menggunakan sampah-sampah tertentu yang masih memungkinkan untuk di pakai.
- Reduce ( Pengurangan ) yaitu berusaha mengurangi segala sesuatu yang dapat menimbulkan sampah serta mengurangi sampah yang sudah ada.
- Recycle ( daur ulang ) yaitu menggunakan sampah-sampah tertentu untuk diolah menjadi barang yang lebih baik







READMORE
 

Sejarah Singkat SMANTA



SMA Negeri 1 Talun berkedudukan di daerah Tingkat II Kabupaten Blitar, JawaTimur. Tepatnya di Jalan Raya Kaweron No 43, yaitu di tepi jalan propinsi yang menghubungkan antara kota Blitar dengan Malang. Sekolah yang berjarak 17 Km di timur kota Blitar ini mempunyai sejarah panjang dan telah beberapa kali mengalami proses ganti nama. Sekolah ini didirikan pada tanggal 16 januari 1974 dengan Surat Keputusan menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No. 0236/0/1973 dengan nama SMPP Blitar, Sekolah Menengah Persiapan Pembangunan Blitar ini menempati tanah pertanian seluas 35.550 m2, dengan status tanah hak pakai dan diresmikan langsung oleh Gubernur Jawa Timur Bapak Mohammad Noer.
Proses pendirian SMPP Blitar, menurut Menapak Laju Perkembangan Sejarah SMA Negeri 1 Talun yang ditulis oleh Sukono (1999: 6), ini atas pertimbangan jumlah sekolah setingkat menengah yang ada di kabupaten dan kota Blitar tidak dapat menampung para siswa lulusan SLTP, karena sebelum tahun 1974 hanya ada satu sekolah, yaitu SMA Negeri 1 Blitar. Untuk memecahkan permasalahan ini Departemen Pendidikan dan Kebudayaan Kabupaten Blitar bersama Pemerintah Daerah Kabupaten Blitar menyambut proyek pemerintah pusat untuk mendirikan sebuah bangunan megah di desa Kaweron, kecamatan Talun, Kabupaten Blitar sebuah sekolah baru. Itulah SMPP Blitar, yaitu Sekolah Menengah Pembangunan Persiapan, yang merupakan sekolah setingkat SMA dan dilengkapi dengan sarana prasana dan laboratorium yang memadai. Oleh karena itu tidak sedikit orang yang menyebut SMPP adalah SMA Plus.
Bapak Soepono adalah kepala sekolah pertama yang memimpin SMPP Blitar, beliau ditemani 7 (tujuh) guru tetap. Waktu itu SMA Negeri Blitar (sekarang SMA Negeri 1 Blitar)adalah satu-satunya SMA yang ada di Blitar, sehingga Beliau Bapak Soepono mendapat kepercayaan untuk membidani, memimpin , dan mengelola SMPP Blitar. Diawali dari proses pendaftaran dan seleksi siswa baru dilaksanakan di SMA Negeri Blitar. Setelah calon siswa dinyatakan diterima, mereka harus menempati gedung baru yaitu SMPP Blitar yang terletak di desa Kaweron, kecamatan Talun. Kepindahan "boyongan" siswa ini dilakukan secara istimewa. Pagi hari disiapkan kendaraan "truk" di SMA Negeri Blitar, setelah proses upacara di halaman sekolah, para siswa dipersilahkan naik truk untuk "diboyong" ke SMPP, tidak sedikit para siswa yang kecewa dan bahkan menangis. Maklum lah, mereka berkeinginan masuk SMA Negeri 1 Blitar yang berdomisili di Kota, ternyata secara terpaksa harus mengikuti ketentuan. Genap sebelas tahun usia SMPP Blitar, pemerintah mengadakan pembaharuan terhadap nama SMPP di seluruh Indonesia. Semua SMPP diubah namanya menjadi SMA negeri (kecuali sekolah Menengah Pembangunan yang dikelola oleh IKIP. Maka sejak tanggal 9 Agustus 1985 berdasarkan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 0353/0/1985 SMPP Blitar berubah nama manjadi SMA Negeri Wlingi. Dengan nama baru ini timbul beberapa permasalahan antara lain: SMA negeri Wlingi setiap hari kemerdekaan RI diharuskan mengikuti kegiatan di dua tempat, yaitu di kecamatan Wlingi dan Talun. Alasan panitia kegiatan kecamatan Talun, SMA Negeri Wlingi berdomisili di Kecamatan Talun. Begitu juga panitia kecamatan Wlingi berdalih SMA negeri Wlingi wajib mengikuti kegiatan di Wlingi karena sekolah ini bernama SMA Negeri Wlingi. Permasalan yang lebih fatal adalah urusan surat menyurat. Surat yang dialamatkan ke SMA Negeri Wlingi selalu terlambat. Hal ini terjadi karena surat yang dialamatkan ke SMA Negeri Wlingi selalu dikirim ke kantor pos Wlingi, tidak langsung ke SMA negeri Wlingi. Dari Kantor Pos Wlingi di kembalikan lagi ke kantor pos Blitar. Setelah itu surat-surat tersebut dikirim ke kantor pos Talun, barulah diteruskan ke sekolah ini.
Permasalahan yang disebutkan diatas tadi terjadi berulang-ulang sehingga mengganggu kegiatan sekolah. Untung ada peraturan baru dari pemerintah bahwa nama SMA harus menyesuaikan dengan kecamatan tempat SMA itu berada. Sesuai dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia No: 0507/0/1989 tertanggal 24 Agustus 1989 SMA Negeri Wlingi berubah menjadi SMA Negeri 1 Talun. Lima (5) tahun kemudian, tepatnya tahun 1994, pada awal pemberlakuan kurikulum 1994, secara nasional seluruh SMA berubah menjadi SMU. Sejak itu sekolah ini menjadi SMU Negeri 1 Talun dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia Nomor: 035/0/1997 tertanggal 7 Maret 1997.
Sejalan dengan perkembangan pendidikan di tanah air, sejak tahun pelajaran 2004/2005 pemerintah memberlakukan kurikulum pendidikan yang baru, yakni "Kurikulum 2004" yang disebut KBK (Kurikulum Berbasis Kompetensi). Mulai saat ini nama SMU berubah menjadi SMA, berarti pula SMU Negeri 1 Talun berubah nama menjadi SMA Negeri 1 Talun Selanjutnya pada tahun 2005 pemerintah menerbitkan peraturan dengan nomor: 19/2005 tentang Sekolah Kategori Mandiri/ Sekolah Standar Nasional. Berdasarkan pasal 11 ayat 2 dan 3 dalam Peraturan Peremintah tersebut Dengan diberlakukannya Standar Nasional Pendidikan, maka Pemerintah memiliki kepentingan untuk memetakan sekolah/ madrasah menjadi sekolah/madrasah yang sudah atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan. Terkait dengan hal tersebut, Pemerintah mengkategorikan sekolah/ madrasah yang telah memenuhi atau hampir memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori mandiri, dan sekolah/madrasah yang belum memenuhi Standar Nasional Pendidikan ke dalam kategori standar. Pada tahun pelajaran 2007/2008 pemerintah menunjuk SMA negeri 1 Talun untuk dikategorikan Rintisan Sekolah Kategori Mandiri, yaitu suatu sekolah yang mempunyai karakteristik terpenuhinya 8 Standar Nasional Pendidikan dan mampu menjalankan sistem kredit semester (SKS).
sumber : www.sman1talun.sch.co.id
READMORE
 

Sejarah Bahasa Indonesia

Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia

BAB I
PENDAHULUAN

1.1    Latar Belakang
Bahasa Indonesia adalah bahasa resmi Republik Indonesia dan bahasa persatuan bangsa Indonesia (id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia:2011). Bahasa Indonesia diresmikan penggunaannya setelah Proklamasi Kemerdekaan Indonesia, tepatnya sehari sesudahnya, bersamaan dengan mulai berlakunya konstitusi. Di Timor Leste, bahasa Indonesia berstatus sebagai bahasa kerja.
Dari sudut pandang linguistik, bahasa Indonesia adalah salah satu dari banyak ragam bahasa Melayu (id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia:2011). Dasar yang dipakai adalah bahasa Melayu Riau dari abad ke-19. Dalam perkembangannya ia mengalami perubahan akibat penggunaanya sebagai bahasa kerja di lingkungan administrasi elative dan berbagai proses pembakuan sejak awal abad ke-20. Penamaan “Bahasa Indonesia” diawali sejak dicanangkannya Sumpah Pemuda, 28 Oktober 1928, untuk menghindari kesan “elativesm bahasa” apabila nama bahasa Melayu tetap digunakan. Proses ini menyebabkan berbedanya Bahasa Indonesia saat ini dari varian bahasa Melayu yang digunakan di Riau maupun Semenanjung Malaya. Hingga saat ini, Bahasa Indonesia merupakan bahasa yang hidup, yang terus menghasilkan kata-kata baru, baik melalui penciptaan maupun penyerapan dari bahasa daerah dan bahasa asing.
Meskipun dipahami dan dituturkan oleh lebih dari 90% warga Indonesia, Bahasa Indonesia bukanlah bahasa ibu bagi kebanyakan penuturnya. Sebagian besar warga Indonesia menggunakan salah satu dari 748 bahasa yang ada di Indonesia sebagai bahasa ibu. Penutur Bahasa Indonesia kerap kali menggunakan versi sehari-hari (kolokial) dan/atau mencampuradukkan dengan dialek Melayu lainnya atau bahasa ibunya. Meskipun demikian, Bahasa Indonesia digunakan sangat luas di perguruan-perguruan, di media massa, sastra, perangkat lunak, surat-menyurat resmi, dan berbagai forum pelatih lainnya, sehingga dapatlah dikatakan bahwa Bahasa Indonesia digunakan oleh semua warga Indonesia.
Melalui perjalanan sejarah yang panjang, bahasa Indonesia telah mencapai perkembangan yang luar biasa, baik dari segi jumlah pemakainya, maupun dari segi tata bahasa dan kosakata serta maknanya. Sekarang bahasa Indonesia telah menjadi bahasa modern yang digunakan dan dipelajari tidak hanya di seluruh Indonesia tetapi juga di banyak negara. Bahkan keberhasilan Indonesia dalam mengajarkan bahasa Indonesia kepada generasi muda telah dicatat sebagi prestasi dari segi penngkatan komunitas antarwarga negara Indonesia.
Bahasa Indonesia adalah hasil pertumbuhan dan perkembangan bahasa melayu. Untuk mengetahui pertumbuhan dan perkembangan bahasa melayu, perlu kita mengetahui sedikit tentang sejarah bahasa melayu tersebut. S. Takdir Alisjahbana menguraikan bahwa negeri kita yang terdiri atas beribu-ribu pulau ini, telah selayaknya mempunyai jumlah bahasa dan dialek yang sangat banyak. Namun bahasa dan dialek yang jumlahnya banyak itu sebagian besar  termasuk dalam satu rumpun bahasa-bahasa melayu, sedangkan sebagian lagi termasuk dalam rumpun yang lebih besar, yaitu rumpun bahasa-bahasa Austronesia atau bahasa melayu Polinesia.
Bahasa-bahasa dan dialek-dialek yang jumlahnya besar itu meskipun dari satu rumpun, akan tetapi karena perkembangannya yang berbeda-beda, terjadilah perbedaan-perbedaan pula antara bahasa-bahasa itu. Bangsa-bangsa yang mendiami beribu-ribu pulau serta memiliki beratus-ratus bahasa dan dialek memerlukan perhubungan antara sesamanya untuk keperluan perdagangan, diplomasi, pengajaran agama, dan lain-lain.
Mereka sangat memerlukan bahasa umum yang dapat dipahami bersama. Dalam hal ini S. Takdir Alisjahbana menerangkan bahwa bahasa yang menjadi perhubungan umum atau “lingua franca” di negeri kita pada waktu itu, adalah bahasa melayu. Bahasa melayu telah menjadi  bahasa umum di Asia Tenggara berabad-abad lainnya, meskipun bahasa itu bukan bahasa yang terbesar di kepulauan kita. Kedudukan bahasa melayu yang istimewa ini disebabkan karena : (a) letak geografis yang istimewa, (b) menjadi bahasa perhubungan bagi seluruh kekuasaan politik kerajaan Sriwijaya, Aceh, dan Malaka. Dengan demikian bahasa melayu sebagai lingua franca telah memenuhi fungsinya sebagai bahasa dalam perdagangan, bahasa dalam politik, dan lain-lain. Fungsi bahasa melayu seperti itu berlangsung sampai akhir zaman penjajahan Belanda dan pejanjahan Jepang.
Tidak dapat dipungkiri lagi bahwa bahasa melayu telah menjadi bahasa umum di negeri kita. Gubernur Jenderal Ruchusson turut mengakuinya. Oleh karena itu, ia mengusulkan agar bahasa melayu dijadikan bahasa pengantar di sekolah-sekolah, sebab bahasa melayu merupakan lingua franca di seluruh kepulauan dan dipakai oleh bangsa yang berbeda-beda seperti : bangsa Arab, Cina, Jawa, dan lain-lain. Sewajarnyalah bahwa pada akhirnya bahasa melayu itu terangkat kedudukannya menjadi bahasa nasional.
1.2    Tujuan Penulisan
1.      Untuk mengetahui sejarah mengenai pekembangan Bahasa Indonesia.
2.      Untuk mengetahui peristiwa-peristiwa penting  yang berkaitan dengan perkembangan Bahasa Indonesia.
3.      Untuk dapat mengetahui faktor penyebab bahasa melayu diangkat sebagai Bahasa Indonesia.
4.      Untuk dapat mengetahui kedudukan dan fungsi Bahasa Indonesia.

1.3    Manfaat  Penulisan
1.      Menumbuhkan kebanggaan terhadap mahasiswa sebagai bangsa Indonesia yang memiliki bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara.
2.      Kita dapat menghargai sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
3.      Dapat meningkatkan kesadaran akan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara, dan fungsi bahasa Indonesia sebaai lingua franca yang berpotensi  untuk mempersatukan seluruh bangsa yang berbeda latar budaya bahassa dan budaya.
4.      Senantiasa berkepribadian, berperilaku, dan berbudi bahasa khas Indonesia.
5.      mengembangkan kepribadian melalui pemahaman perkembangan bahasa












BAB II
PEMBAHASAN

2.1   SEJARAH PERKEMBANGAN BAHASA INDONESIA
2.1.1       Sumber Bahasa Indonesia
Sejarah tumbuh dan berkembangnya Bahasa Indonesia tidak lepas dari Bahasa Melayu. Bahasa Indonesia adalah varian bahasa Melayu, sebuah bahasa Austronesia dari cabang bahasa-bahasa Sunda-Sulawesi (www.bukittingginews.com: 2011)
Dimana Bahasa melayu sejak dahulu telah digunakan sebagai bahasa perantara (lingua franca) atau bahasa pergaulan. Bahasa melayu tidak hanya digunakan di Kepulauan Nusantara, tetapi juga digunakan hampir diseluruh Asia Tenggara. Hal ini diperkuat dengan ditemukannya Prasasti-prasasti kuno dari kerjaan di indonesia yang ditulis dengan menggunakan Bahasa Melayu. Dan pasa saat itu Bahasa Melayu telah Berfungsi Sebagai :
1.   Bahasa Kebudayaan yaitu bahasa buku-buku yang berisi aturan-aturan hidup dan satra
2.   Bahasa Perhubungan (Lingua Franca) antar suku di Indonesia
3.   Bahasa Perdagangan baik bagi suku yang ada di indonesia mapupun pedagang yang berasal dari luar indonesia.
4.   Bahasa resmi kerajaan.
Kerajaan Sriwijaya dari abad ke-7 Masehi diketahui memakai bahasa Melayu (sebagai bahasa Melayu Kuna) sebagai bahasa kenegaraan. Lima prasasti kuno yang ditemukan di Sumatera bagian selatan peninggalan kerajaan itu menggunakan bahasa Melayu yang bertaburan kata-kata pinjaman dari bahasa Sanskerta, suatu bahasa Indo-Eropa dari cabang Indo-Iran. Jangkauan penggunaan bahasa ini diketahui cukup luas, karena ditemukan pula dokumen-dokumen dari abad berikutnya di Pulau Jawa[10] dan Pulau Luzon. Kata-kata seperti samudra, istri, raja, putra, kepala, kawin, dan kaca masuk pada periode hingga abad ke-15 Masehi.
Pada abad ke-15 berkembang bentuk yang dianggap sebagai bahasa Melayu Klasik (classical Malay atau medieval Malay). Bentuk ini dipakai oleh Kesultanan Melaka, yang perkembangannya kelak disebut sebagai bahasa Melayu Tinggi. Penggunaannya terbatas di kalangan keluarga kerajaan di sekitar Sumatera, Jawa, dan Semenanjung Malaya. Laporan Portugis, misalnya oleh Tome Pires, menyebutkan adanya bahasa yang dipahami oleh semua pedagang di wilayah Sumatera dan Jawa. Magellan dilaporkan memiliki budak dari Nusantara yang menjadi juru bahasa di wilayah itu. Ciri paling menonjol dalam ragam sejarah ini adalah mulai masuknya kata-kata pinjaman dari bahasa Arab dan bahasa Parsi, sebagai akibat dari penyebaran agama Islam yang mulai masuk sejak abad ke-12. Kata-kata bahasa Arab seperti masjid, kalbu, kitab, kursi, selamat, dan kertas, serta kata-kata Parsi seperti anggur, cambuk, dewan, saudagar, tamasya, dan tembakau masuk pada periode ini. Proses penyerapan dari bahasa Arab terus berlangsung hingga sekarang.
Kedatangan pedagang Portugis, diikuti oleh Belanda, Spanyol, dan Inggris meningkatkan informasi dan mengubah kebiasaan masyarakat pengguna bahasa Melayu. Bahasa Portugis banyak memperkaya kata-kata untuk kebiasaan Eropa dalam kehidupan sehari-hari, seperti gereja, sepatu, sabun, meja, bola, bolu, dan jendela. Bahasa Belanda terutama banyak memberi pengayaan di bidang administrasi, kegiatan resmi (misalnya dalam upacara dan kemiliteran), dan teknologi hingga awal abad ke-20. Kata-kata seperti asbak, polisi, kulkas, knalpot, dan stempel adalah pinjaman dari bahasa ini.
Bahasa yang dipakai pendatang dari Cina juga lambat laun dipakai oleh penutur bahasa Melayu, akibat kontak di antara mereka yang mulai intensif di bawah penjajahan Belanda. Sudah dapat diduga, kata-kata Tionghoa yang masuk biasanya berkaitan dengan perniagaan dan keperluan sehari-hari, seperti pisau, tauge, tahu, loteng, teko, tauke, dan cukong.
Jan Huyghen van Linschoten pada abad ke-17 dan Alfred Russel Wallace pada abad ke-19 menyatakan bahwa bahasa orang Melayu/Melaka dianggap sebagai bahasa yang paling penting di "dunia timur". Luasnya penggunaan bahasa Melayu ini melahirkan berbagai varian lokal dan temporal. Bahasa perdagangan menggunakan bahasa Melayu di berbagai pelabuhan Nusantara bercampur dengan bahasa Portugis, bahasa Tionghoa, maupun bahasa setempat. Terjadi proses pidginisasi di beberapa kota pelabuhan di kawasan timur Nusantara, misalnya di Manado, Ambon, dan Kupang. Orang-orang Tionghoa di Semarang dan Surabaya juga menggunakan varian bahasa Melayu pidgin. Terdapat pula bahasa Melayu Tionghoa di Batavia. Varian yang terakhir ini malah dipakai sebagai bahasa pengantar bagi beberapa surat kabar pertama berbahasa Melayu (sejak akhir abad ke-19). Varian-varian lokal ini secara umum dinamakan bahasa Melayu Pasar oleh para peneliti bahasa.
Terobosan penting terjadi ketika pada pertengahan abad ke-19 Raja Ali Haji dari istana Riau-Johor (pecahan Kesultanan Melaka) menulis kamus ekabahasa untuk bahasa Melayu. Sejak saat itu dapat dikatakan bahwa bahasa ini adalah bahasa yang full-fledged, sama tinggi dengan bahasa-bahasa internasional di masa itu, karena memiliki kaidah dan dokumentasi kata yang terdefinisi dengan jelas.
Hingga akhir abad ke-19 dapat dikatakan terdapat paling sedikit dua kelompok bahasa Melayu yang dikenal masyarakat Nusantara: bahasa Melayu Pasar yang kolokial dan tidak baku serta bahasa Melayu Tinggi yang terbatas pemakaiannya tetapi memiliki standar. Bahasa ini dapat dikatakan sebagai lingua franca, tetapi kebanyakan berstatus sebagai bahasa kedua atau ketiga. Kata-kata pinjaman
Pemerintah kolonial Hindia-Belanda menyadari bahwa bahasa Melayu dapat dipakai untuk membantu administrasi bagi kalangan pegawai pribumi karena penguasaan bahasa Belanda para pegawai pribumi dinilai lemah. Dengan menyandarkan diri pada bahasa Melayu Tinggi (karena telah memiliki kitab-kitab rujukan) sejumlah sarjana Belanda mulai terlibat dalam standardisasi bahasa. Promosi bahasa Melayu pun dilakukan di sekolah-sekolah dan didukung dengan penerbitan karya sastra dalam bahasa Melayu. Akibat pilihan ini terbentuklah "embrio" bahasa Indonesia yang secara perlahan mulai terpisah dari bentuk semula bahasa Melayu Riau-Johor.
Pada awal abad ke-20 perpecahan dalam bentuk baku tulisan bahasa Melayu mulai terlihat. Di tahun 1901, Indonesia (sebagai Hindia-Belanda) mengadopsi ejaan Van Ophuijsen dan pada tahun 1904 Persekutuan Tanah Melayu (kelak menjadi bagian dari Malaysia) di bawah Inggris mengadopsi ejaan Wilkinson. Ejaan Van Ophuysen diawali dari penyusunan Kitab Logat Melayu (dimulai tahun 1896) van Ophuijsen, dibantu oleh Nawawi Soetan Ma’moer dan Moehammad Taib Soetan Ibrahim.
Intervensi pemerintah semakin kuat dengan dibentuknya Commissie voor de Volkslectuur ("Komisi Bacaan Rakyat" - KBR) pada tahun 1908. Kelak lembaga ini menjadi Balai Poestaka. Pada tahun 1910 komisi ini, di bawah pimpinan D.A. Rinkes, melancarkan program Taman Poestaka dengan membentuk perpustakaan kecil di berbagai sekolah pribumi dan beberapa instansi milik pemerintah. Perkembangan program ini sangat pesat, dalam dua tahun telah terbentuk sekitar 700 perpustakaan. Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai "bahasa persatuan bangsa" pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional atas usulan Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan,
"Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan."
Selanjutnya perkembangan bahasa dan kesusastraan Indonesia banyak dipengaruhi oleh sastrawan Minangkabau, seperti Marah Rusli, Abdul Muis, Nur Sutan Iskandar, Sutan Takdir Alisyahbana, Hamka, Roestam Effendi, Idrus, dan Chairil Anwar. Sastrawan tersebut banyak mengisi dan menambah perbendaharaan kata, sintaksis, maupun morfologi bahasa Indonesia.
2.1.2       Perkembangan Bahasa Indonesia Sebelum Masa Kolonial
Meskipun bukti-bukti autentik tidak ditemukan, bahasa yang digunakan pada masa kejayaan kerajaan Sriwijaya pada abad VII adalah bahasa Melayu. Sementara itu, bukti-bukti yang tertulis mengenai pemakaian bahasa Melayu dapat ditemukan pada tahun 680 Masehi, yakni digunakannya bahasa Melayu untuk penulisan batu prasasti, di antaranya sebagai berikut.
1)     Prasasti yang ditemukan di Kedukan Bukit berangka tahun 683 Masehi.
2)     Prasasti yang ditemukan di Talang Tuwo (dekat Palembang) berangka tahun 686 Masehi.
3)     Prasasti yang ditemukan di Kota Kapur (Bangka Barat) berangka tahun 686 Masehi.
4)     Prasasti yang ditemukan di Karang Brahi (antara Jambi dan Sungai Musi) berangka tahun 686 Masehi.
5)     Prasasti dengan nama Inskripsi Gandasuli yang ditemukan di daerah Kedu dan berasal dari tahun 832 Masehi.
6)     Pada tahun 1356 ditemukan lagi sebuah prasasti yang bahasanya berbentuk prosa diselingi puisi (?).
7)     Pada tahun 1380 di Minye Tujoh, Aceh, ditemukan batu nisan yang berisi suatu model syair tertua (www.slideshare.net: 2011).

2.1.3        Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Kolonial

Pada abad XVI, ketika orang-orang Eropa datang ke Nusantara mereka sudah mendapati bahasa Melayu sebagai bahasa pergaulan dan bahasa perantara dalam kegiatan perdagangan. Bukti lain yang dapat dipaparkan adalah naskah/daftar kata yang disusun oleh Pigafetta pada tahun 1522. Di samping itu, pengakuan orang Belanda, Danckaerts, pada tahun 1631 yang mendirikan sekolah di Nusantara terbentur dengan bahasa pengantar. Oleh karena itu, pemerintah kolonial Belanda mengeluarkan surat keputusan: K.B. 1871 No. 104 yang menyatakan bahwa pengajaran di sekolah-sekolah bumiputera diberi dalam bahasa Daerah, kalau tidak dipakai bahasa Melayu (www.slideshare.net: 2011).

2.1.4       Perkembangan Bahasa Indonesia di Masa Pergerakan
Setelah Sumpah Pemuda, perkembangan Bahasa Indonesia tidak berjalan dengan mulus. Belanda sebagai penjajah melihat pengakuan pada bahasa Indonesia itu sebagai kerikil tajam. Oleh karena itu, dimunculkanlah seorang ahli pendidik Belanda bernama Dr. G.J. Niewenhuis dengan politik bahasa kolonialnya. Isi politik bahasa kolonial Niewenhuis itu lebih kurang sebagai berikut: Pengaruh politik bahasa yang dicetuskan Niewenhuis itu tentu saja menghambat perkembangan bahasa Indonesia. Banyak pemuda pelajar berlomba-lomba mempelajari bahasa Belanda, bahkan ada yang meminta pengesahan agar diakui sebagai orang Belanda (seperti yang dilukiskan Abdul Muis dalam roman Salah Asuhan pada tokoh Hanafi). Sebaliknya, pada masa pendudukan Dai Nippon, bahasa Indonesia mengalami perkembangan yang pesat. Tentara pendudukan Jepang sangat membenci semua yang berbau Belanda; sementara itu orang-orang bumiputera belum bisa berbahasa Jepang. Oleh karena itu, digunakanlah bahasa Indonesia untuk memperlancar tugas-tugas administrasi dan membantu tentara Dai Nippon melawan tentara Belanda dan sekutu-sekutunya (www.slideshare.net: 2011).
2.2    Peristiwa-peristiwa penting yang berkaitan dengan perkembangan bahasa Indonesia

2.2.1 Tahun 1908 pemerintah kolonial mendirikan sebuah badan penerbit buku-buku bacaan yang diberi nama Commissie voor de Volkslectuur (Taman Bacaan Rakyat), yang kemudian pada tahun 1917 diubah menjadi Balai Pustaka. Badan penerbit ini menerbitkan novel-novel, seperti Siti Nurbaya dan Salah Asuhan, buku-buku penuntun bercocok tanam, penuntun memelihara kesehatan, yang tidak sedikit membantu penyebaran bahasa Melayu di kalangan masyarakat luas.
2.2.2    Tanggal 16 Juni 1927 Jahja Datoek Kajo menggunakan bahasa Indonesia dalam pidatonya. Hal ini untuk pertamakalinya dalam sidang Volksraad, seseorang berpidato menggunakan bahasa Indonesia.
2.2.3       Tanggal 28 Oktober 1928 secara resmi Muhammad Yamin mengusulkan agar bahasa Melayu menjadi bahasa persatuan Indonesia.
2.2.4       Tahun 1933 berdiri sebuah angkatan sastrawan muda yang menamakan dirinya sebagai Pujangga Baru yang dipimpin oleh Sutan Takdir Alisyahbana.
2.2.5       Tahun 1936 Sutan Takdir Alisyahbana menyusun Tatabahasa Baru Bahasa Indonesia.
2.2.6       Tanggal 25-28 Juni 1938 dilangsungkan Kongres Bahasa Indonesia I di Solo. Dari hasil kongres itu dapat disimpulkan bahwa usaha pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia telah dilakukan secara sadar oleh cendekiawan dan budayawan Indonesia saat itu.
2.2.7       Tanggal 18 Agustus 1945 ditandatanganilah Undang-Undang Dasar 1945, yang salah satu pasalnya (Pasal 36) menetapkan bahasa Indonesia sebagai bahasa negara.
2.2.8       Tanggal 19 Maret 1947 diresmikan penggunaan ejaan Republik sebagai pengganti ejaan Van Ophuijsen yang berlaku sebelumnya.
2.2.9       Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1954 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia II di Medan. Kongres ini merupakan perwujudan tekad bangsa Indonesia untuk terus-menerus menyempurnakan bahasa Indonesia yang diangkat sebagai bahasa kebangsaan dan ditetapkan sebagai bahasa negara.
2.2.10  Tanggal 16 Agustus 1972 H. M. Soeharto, Presiden Republik Indonesia, meresmikan penggunaan Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan (EYD) melalui pidato kenegaraan di hadapan sidang DPR yang dikuatkan pula dengan Keputusan Presiden No. 57 tahun 1972.
2.2.11  Tanggal 31 Agustus 1972 Menteri Pendidikan dan Kebudayaan menetapkan Pedoman Umum Ejaan Bahasa Indonesia yang Disempurnakan dan Pedoman Umum Pembentukan Istilah resmi berlaku di seluruh wilayah Indonesia (Wawasan Nusantara).
2.2.12  Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1978 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia III di Jakarta. Kongres yang diadakan dalam rangka memperingati Sumpah Pemuda yang ke-50 ini selain memperlihatkan kemajuan, pertumbuhan, dan perkembangan bahasa Indonesia sejak tahun 1928, juga berusaha memantapkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia.
2.2.13  Tanggal 21-26 November 1983 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia IV di Jakarta. Kongres ini diselenggarakan dalam rangka memperingati hari Sumpah Pemuda yang ke-55. Dalam putusannya disebutkan bahwa pembinaan dan pengembangan bahasa Indonesia harus lebih ditingkatkan sehingga amanat yang tercantum di dalam Garis-Garis Besar Haluan Negara, yang mewajibkan kepada semua warga negara Indonesia untuk menggunakan bahasa Indonesia dengan baik dan benar, dapat tercapai semaksimal mungkin.
2.2.14  Tanggal 28 Oktober s.d 3 November 1988 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia V di Jakarta. Kongres ini dihadiri oleh kira-kira tujuh ratus pakar bahasa Indonesia dari seluruh Indonesia dan peserta tamu dari negara sahabat seperti Brunei Darussalam, Malaysia, Singapura, Belanda, Jerman, dan Australia. Kongres itu ditandatangani dengan dipersembahkannya karya besar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa kepada pencinta bahasa di Nusantara, yakni Kamus Besar Bahasa Indonesia dan Tata Bahasa Baku Bahasa Indonesia.
2.2.15  Tanggal 28 Oktober s.d 2 November 1993 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VI di Jakarta. Pesertanya sebanyak 770 pakar bahasa dari Indonesia dan 53 peserta tamu dari mancanegara meliputi Australia, Brunei Darussalam, Jerman, Hongkong, India, Italia, Jepang, Rusia, Singapura, Korea Selatan, dan Amerika Serikat. Kongres mengusulkan agar Pusat Pembinaan dan Pengembangan Bahasa ditingkatkan statusnya menjadi Lembaga Bahasa Indonesia, serta mengusulkan disusunnya Undang-Undang Bahasa Indonesia.
2.2.16  Tanggal 26-30 Oktober 1998 diselenggarakan Kongres Bahasa Indonesia VII di Hotel Indonesia, Jakarta. Kongres itu mengusulkan dibentuknya Badan Pertimbangan Bahasa (www.slideshare.net :2011).

2.3    Peresmian Nama Bahasa Indonesia
Bahasa Indonesia secara resmi diakui sebagai bahasa nasional pada saat Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928 (www.bukittingginews.com: 2011). Pada saat itu, para pemuda dari berbagai pelosok nusantara berkumpul dalam rapat,  para pemuda berikrar:
1.      Kami putra dan putri Indonesia mengaku bertumpah darah yang satu, tanah air Indonesia.
2.      Kami putra dan putri Indonesia mengaku berbangsa yang satu, bangsa Indonesia.
3.      Kami putra dan putri Indonesia menjunjung tinggi bahasa persatuan, bahasa Indonesia.
Ikrar para pemuda ini dikenal dengan nama “Sumpah Pemuda”.
Unsur yang ketiga dari “Sumpah Pemuda” merupakan pernyataan tekad bahwa bahasa Indonesia merupakan bahasa persatuan bangsa Indonesia. Pada tahun 1928 bahasa Indonesia di kokohkan kedudukannya sebagai bahasa nasional.
Bahasa Indonesia dinyatakan kedudukannya sebagai bahasa negara pada taggal 18 Agustus 1945, karena pada saat itu Undang – Undang dasar 1945 di sahkan sebagai Undang – Undang Dasar Negara Republik Indonesia. Di dalam UUD 1945 disebutkan bahwa “Bahasa Negara Adalah Bahasa Indonesia” (Bab XV, Pasal 36)
Prolamasi kemerdekaan Republik Indonesia, 17 Agustus 1945, telah mengkukuhkan kedudukan dan fungsi bahasa Indonesia secara konstitusional sebagai bahasa negara ( ninityulianita.wordpress.com/.../sejarah-perkembangan-bahasa-indonesia:2011/ ).Kini bahasa Indonesia dipakai oleh berbagai lapisan masyarakat Indonesia.
Penggunaan bahasa Melayu sebagai bahasa nasional merupakan usulan dari Muhammad Yamin, seorang politikus, sastrawan, dan ahli sejarah. Dalam pidatonya pada Kongres Nasional kedua di Jakarta, Yamin mengatakan bahwa : “Jika mengacu pada masa depan bahasa-bahasa yang ada di Indonesia dan kesusastraannya, hanya ada dua bahasa yang bisa diharapkan menjadi bahasa persatuan yaitu bahasa Jawa dan Melayu. Tapi dari dua bahasa itu, bahasa Melayulah yang lambat laun akan menjadi bahasa pergaulan atau bahasa persatuan.
Secara Sosiologis kita bisa mengatakan bahwa Bahasa Indonesia resmi di akui pada Sumpah Pemuda tanggal 28 Oktober 1928. Hal ini juga sesuai dengan butir ketiga ikrar sumpah pemuda yaitu “Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia.”  Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui pada tanggal 18 Agustus 1945 atau setelah Kemerdekaan Indonesia (www.bukittingginews.com : 2011).

2.4    Faktor Penyebab Bahasa Melayu Diangkat Menjadi Bahasa Indonesia
Ada empat faktor yang menyebabkan bahasa Melayu diangkat menjadi bahasa Indonesia yaitu :
1.      Bahasa melayu sudah merupakan lingua franca di Indonesia, bahasa perhubungan dan bahasa perdangangan.
2.      Sistem bahasa Melayu sederhana, mudah dielajari karena dalam bahasa melayu tidak dikenal tingkatan bahasa (bahasa kasar dan bahasa halus).
3.      Suku jawa, suku sunda dan suku suku yang lainnya dengan sukarela menerima bahasa Melayu menjadi bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional
4.      Bahasa melayu mempunyai kesanggupan untuk dipakai sebagai bahasa kebudayaan dalam arti yang luas ( www.masbied.com: 2011).
2.5    Kedudukan, Fungsi dan Peranan Bahasa Indonesia

2.5.1 Kedudukan Bahasa Indoensia
Bahasa Indonesia mempunyai dua kedudukan yang sangat penting yaitu :
1.   Sebagai Bahasa Nasional
Seperti yang tercantum dalam ikrar ketiga  Sumpah Pemuda 1928 yang berbunyi Kami putra dan putri Indonesia menjunjung bahasa persatuan, bahasa Indonesia. Ini berarti bahasa Indonesia berkedudukan sebagai bahasa Nasional yang kedudukannya berada diatas bahasa-bahasa daerah .
2.      Sebagai Bahasa Negara
Tercantum dalam Undang-Undang Dasar 1945 (Bab XV Pasal 36) mengenasi kedudukan bahasa Indonesia yang menyatakan bahawa bahasa negara ialah bahasa Indonesia (www. bukittingginews.com : 2011).
2.5.2       Fungsi Bahasa Indonesia
Bagi bangsa Indonesia, bahasa Indonesia tidak hanya sekedar alat komunikasi. Tetapi bahasa Indonesia juga merupakan kekayaan nasional yang sangat berharga.
 Di dalam kedudukannya sebagai bahasa nasional, bahasa Indonesia berfungsi sebagai :
1.   Lambang kebangsaan
2.   Lambang identitas nasional
3.   Alat penghubung antarwarga, antardaerah dan antarbudaya
4.   Alat yang memungkinkan penyatuan berbagai suku bangsa dengan latar belakang sosial budaya dan bahasa yang berbeda-beda ke dalam satu kesatuan kebangsaan yang bulat.
Di dalam kedudukannya sebagai bahasa negara, bahasa indonesia berfungsi sebagai :
1.   Bahasa resmi kenegaraan
2.   Bahasa pengantar di dalam dunia pendidikan
3.   Alat perhubungan pada tingkat nasional untuk kepentingan perencanaan dan pelaksanaan pembangunan
4.      Alat pengembangan kebudayaan, ilmu pengetahuan dan teknologi (www.bukittingginews.com:2011).
Ada beberapa istilah yang biasa digunakan untuk bahasa Indonesia, yakni:
1.      Bahasa Resmi
2.      Bahasa Negara
3.      Bahasa Persatuan
4.      Bahasa Kesatuan
5.      Bahasa Nasional

1.            Bahasa Resmi ialah bahasa yang telah disahkan/disresmikan pemakaiannya melalui Undang-Undang atau peraturan Pemerintah, yaitu Undang-Undang Dasar 1945, Bab XV, pasal 36. Resmi sah
Berdasarkan uraian di atas dapat diketahui bahwa, bahasa resmi adalah sebuah system linguistic yang ditetapkan untuk digunakan dalam suatu pertemuan seperti seminar, konferensi, rapat dan sebagainya.
Untuk bahasa resmi dipersidangan yang digunakan : contoh dalam siding Internasional di PBB yaitu bahasa Inggris, bahasa Prancis, bahasa Spanyol, bahasa Cina, bahasa Arab dan ditambah bahasa Indonesia.
Untuk dalam konteks social di Indonesia, bahasa Negara dapat diindentikan dengan bahasa resmi, yaitu bahasa Nasional Indonesia
2.            Bahasa Negara adalah sebuah bahasa yang secara resmi dalam Undang-Undang Dasar sebuah Negara ditetapkan sebagai alat komuikasi resmi Kenegaraan, artinya, segala urusan kenegaraan, administrasi kenegaran, dan kegiatan-kegiatan kenegaran dijalankan dengan menggunakan bahasaitu.
Contoh:
-Bahasa Indonesia pada mulanya bahasa Melayu
-Bahasa philipino pada mulanya bahasa Tagalog dan bahasa Inggris diangkat menjadi bahasa Negara, karena bahasa Inggris memamng dipakai secara merata sebagai lingua franca di seluruh wilayah Filipina
3.            .Bahasa Persatuan ialah bahasa yang berfungsi mempersatukan semua suku bangsa yang ada di Indonesia. Bahasa persatuan ialah bahasa yang digunakan sebagai alat pemersatu berbagai masyarakat yang berbeda latar belakang social, dan bahasanya.
4.            Bahasa Kesatuan adalah bahasa yang telah menjadi satu dari berbagai bahasa daerah di Indonesia dapat diikat oleh bahasa Indonesia Pengertian kesatuan dan persatuan untuk bahasa Indonesia hampir tidak ada bedanya. Tapi jika istilah ini kita tinjau dari segi tatanegara, jauh sekali bedanya. Misalnya Negara kesatuan adalah Negara unifikasi, seperti Republik Indonesia, sedangkan Negara persatuan adalah Negara federal seperti Indonesia pada masa R.I.S (Republik Indonesia Serikat) atau seperti Negara Amerika Serikat sekarang.
5.            Bahasa Nasional ialah bahasa kebangsaan (bahasa yang muncul dari bangsa itu sendiri, nasional dari kata nation ‘bangsa’), yang digunakan sebagai bahasa perhubungan resmi berbagai-bagai masyarakat yang berbeda-beda latar belakang social budaya dan bahasanya dalam suatu bangsa.
      Dari uraian di atas dapat dilihat bahwa bahasa Nasional, bahasa Negara, bahasa resmi, bahasa Kesatuan dan bahasa Persatuan Indonesia mengacu pada satu system linguistik yang sama yaitu bahasa Indonesia, sedangkan di Filipina, di india, dan Singapura tidak (www.cafestudi061.wordpress.com: 2011)

2.5.3       Peranan Bahasa Indonesia
Peranan bahasa bagi bangsa Indonesia adalah bahasa merupakan sarana utama untuk berpikir dan bernalar, seperti yang telah dikemukakan bahwa manusia berpikir tidak hanya dengan otak .
Dengan bahasa ini pula manusia menyampaikan hasil pemikiran dan penalaran, sikap, serta perasannya. Bahasa juga berperan sebagai alat penerus dan pengembang kebudayaan. Melalui bahasa nilai – nilai dalam masyarakat dapat diwariskan dari satu generasi ke generasi selanjutnya.
Didalam suatu masyarakat, bahasa mempunyai suatu peranan yang penting dalam mempersatukan anggotanya. Sekelompok manusia yang menggunakan bahasa yang sama akan merasakan adanya ikatan batin di antara sesamanya (www.ninityulianita.wordpress.com: 2011).

BAB III
PENUTUP

3.1 Simpulan
Dari pembahasan diatas maka dapat disimpulkan bahwa :
1.   Sumber dari bahasa indonesia adalah bahasa melayu
2.   Bahasa Indonesia secara sosiologis resmi digunakan sebagai bahasa persatuan pada tanggal 28 Oktober 1928. Namun secara Yuridis Bahasa Indonesia diakui setelah kemerdekaan Indonesia yaitu pada tanggal 18 Agustus 1945.
3.   Bahasa Melayu di angkat menjadi bahasa indonesia karena bahasa melayu telah digunakan sebagai bahasa pergaulan (lingua franca) di nusantara dan bahasa melayu sangat sederhana dan mudah dipelajari serta tidak memiliki tingkatan bahasa.
4.   Bahasa indonesia memiliki kedudukan sebagai bahasa persatuan dan bahasa negara.
5.   Peranan bahasa bagi bangsa Indonesia adalah bahasa merupakan sarana utama untuk berpikir dan bernalar, dan juga berperan sebagai alat penerus dan pengembang kebudayaan.
6.   Bahasa Nasional, bahasa Negara, bahasa resmi, bahasa Kesatuan dan bahasa Persatuan Indonesia mengacu pada satu system linguistik yang sama yaitu bahasa Indonesia, sedangkan di Filipina, di india, dan Singapura tidak.



3.2 Saran
Sebagaimana yang kita ketahui bahasa Indonesia sumbernya adalah bahasa melayu. Sebagai bangsa yang besar selayaknyalah kita menghargai nilai-nilai sejarah tersebut dengan tetap menghormati bahasa melayu.
Kita perlu disadarkan akan kenyataan ini dan ditimbulkan kebanggaannya terhadap bahasa nasional kita dan  juga kita berhak ditingkatkan kesadarannya akan kedudukan bahasa Indonesia sebagai bahasa nasional dan sebagai bahasa negara, dan fungsi bahasa Indonesia sebaai lingua franca yang berpotensi  untuk mempersatukan seluruh bangsa yang berbeda latar budaya bahasa dan budaya. Fungsi tersebut menegaskan bahwa setiap warga negara Indonesia senantiasa berkepribadian, berperilaku, dan berbudi bahasa khas Indonesia.
Bangsa Indonesia patut bersyukur karena memiliki bahasa persatuan, yakni bahasa Indonesia. India, Filipina, bahkan Cina sekalipun sampai hari ini masih berdebat soal bahasa kebangsaan yang akan mereka pakai (www.anneahira.com: 2011).
Disamping itu juga, alangkah baiknya apabila kita menggunakan bahasa indonesia secara baik dan benar. Mahasiswa yang berkepribadian yang baik adalah mahasiswa yang menghargai sejarah perkembangan bahasa Indonesia.
.

DAFTAR PUSTAKA

id.wikipedia.org/wiki/Bahasa_Indonesia. Didownload pada tanggal 15 Februari 2011
bukittingginews. 2009. Makalah Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia. www.bukittingginews.com. Didownload pada tanggal 15 Februari 2011
yulianita, ninit. 2010. Sejarah Perkembangan Bahasa Indonesia. www.ninityulianita.wordpress.com .
READMORE